0251- 8622642 ex 105 ppid@apps.ipb.ac.id

Rektor IPB University Sebut Momen Idul Fitri Sebagai Modal Multidimensi untuk Kemajuan yang Berkeadilan

Rektor IPB University Sebut Momen Idul Fitri Sebagai Modal Multidimensi untuk Kemajuan yang Berkeadilan

Artikel / Press release

Prof Arif Satria, Rektor IPB University diundang sebagai pengisi ceramah Idul Fitri 1443 H di Masjid Al Markaz Al Islami, Makassar (02/05). Ia mengungkapkan bahwa umat Islam harus bersyukur telah berkesempatan menuntaskan ibadah sebulan penuh selama Ramadhan. Kesempatan pada bulan Ramadhan ini dimanfaatkan untuk menempa diri dengan meningkatkan intensitas ibadah, pengendalian diri, dan solidaritas sosial.

Ia menyebut bahwa Bulan Suci Ramadhan merupakan sekolah spiritual, kepribadian,  sekaligus sekolah sosial. Tidak hanya itu, ramadhan merupakan sekolah multidimensi untuk memberikan dampak positif di dunia dan akhirat melalui amal baik.

“Mari kita rayakan Idul Fitri sebagai sebuah kemenangan. Idul fitri adalah momentum kembalinya kepada fitrah, kesucian diri modal bergerak ke depan menjalani kehidupan,” jelasnya.

Prof Arif Satria juga menyebut, kesucian bukan merupakan status yang dinamis karena manusia akan kembali berdialektika pasca bulan Ramadhan. Menurutnya, manusia khususnya umat Islam harus proaktif memberikan solusi sehingga terus berada dalam rel kemajuan.

“Kita harus hidup dalam rel kemajuan, terlebih kita dihadapi oleh dinamika perubahan yang cepat akibat revolusi industri 4.0,” tambahnya.

Ia mengatakan, dunia disulap sehingga mudah terkoneksi secara digital. Tidak hanya itu, revolusi industri yang revolusioner telah mendorong perubahan berbagai aspek kehidupan termasuk cara berdakwah. Hal ini memaksa umat Islam harus mampu beradaptasi menghadapi berbagai perubahan. Artinya, masyarakat yang tidak adaptif terhadap perubahan maka akan tertinggal oleh arus besar perubahan ini.

Ia menyebutkan bahwa orientasi untuk bergerak maju didasari dua hal. Pertama, menjalankan fungsi manusia sebagai khalifah untuk memakmurkan dan menghindarkan bumi dari kerusakan. Kedua, sebagai bentuk syukur atas nikmat Tuhan yang tidak terhingga. Baik nikmat kehidupan, akal, kemerdekaan, dan iman. Bentuk syukur ini diwujudkan dengan jiwa dan tindakan nyata dengan memberikan dampak nyata.

Rektor menyebut, dari beberapa orientasi maju tersebut telah diajarkan di dalam Al-Quran. Ia menjelaskan, manusia disebutkan harus memiliki mental pembelajar. Oleh karena itu, penguasaan literasi merupakan pondasi penting membangun masyarakat. Al-Quran juga mengajari manusia bahwa membaca merupakan hal penting. Namun, membaca bisa dimaknai lebih luas, tidak hanya sekedar membaca teks namun harus bisa membaca konteks.

“Kehidupan bersifat dinamis karena dunia selalu mengalami perubahan. Sehingga kita selalu ditugaskan untuk terus menggali nilai-nilai yang terkandung dalam teks (Al-Quran) untuk diterapkan dalam berbagai konteks sesuai dimensi ruang dan waktu,” terangnya.

Ia juga menerangkan, aktivitas pembelajaran yang luar biasa juga disinggung dalam ayat-ayat Al-Quran. Orang-orang berakal menggunakan ayat-ayat Al-Quran untuk mengingat Allah. Kisah di dalamnya juga dijadikan bahan pelajaran  sebagai peringatan ke depan.

“Inilah makna Ulil Albab, yakni  pembelajar sejati yang mengakumulasikan ilmu yang dimiliki untuk diamalkan,” tegasnya.

Prof Arif melanjutkan, cendekiawan muslim harus mampu merancang arah perubahan sosial dan masa depan. Menurutnya, hal yang membedakan Ulil albab dengan pembelajar biasa adalah intensitas imbangannya pada fikir dan zikir. Hal ini membuat ulil albab menyadari bahwa ilmu yang dimiliki bersifat terbatas sehingga menimbulkan sifat rendah hati. Sifat rendah hati inilah yang mendorong untuk terus belajar, sebagai bentuk kesadaran penuh bahwa ilmu Allah sangatlah luas.
“Sosok Ulil Albab yang pembelajar ini semakin diharapkan perannya dalam transformasi bangsa akhir-akhir ini. Oleh karena itu, di era yang serba cepat ini sosok ulil albab harus dimaknai sebagai sosok yang adaptif terhadap perubahan, sebagai sosok yang memiliki pola pikir tumbuh, yang memiliki growth mindset yang harus memacu skill dan kompetensi baru dengan kecepatan belajar dan learning agility yang tinggi, karena kecepatan belajar ini sangat penting agar bisa berperan sebagai trendsetter perubahan agar bisa berperan sebagai penentu masa depan,” tambahnya.

Ia turut menjelaskan bahwa orientasi masa depan ada dua dimensi, yakni masa depan di dunia dan di akhirat. Perlu keseimbangan dunia dan akhirat yang menjadi titik ujung masa depan yang abadi. Tentunya hasil akhir di akhirat akan bergantung pada investasi manusia di dunia yakni amal baik bermanfaat bagi sesama dan lingkungan sekitar dalam jangka panjang. (MW/Ra)

Sumber : https://www.ipb.ac.id/news/index/2022/05/rektor-ipb-university-sebut-momen-idul-fitri-sebagai-modal-multidimensi-untuk-kemajuan-yang-berkeadilan/2ce382a99f3ec8526781b1f51bf78935

× Butuh bantuan?
Skip to content