Peneliti Karang IPB University Berbagi Pengalaman Terkait Restorasi Karang di Pulau Sangiang
Dr Hawis Madduppa, Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University berbagi pengalaman selama berkecimpung dalam dunia restorasi karang di The School of Coral Reef Restoration (Scores) episode 8, beberapa waktu lalu.
Praktisi restorasi karang ini menyampaikan bahwa suksesnya kegiatan transplantasi karang masih banyak dititikberatkan hanya pada penilaian survival rate, tingkat pertumbuhan dan rekrutmen karang.
Menurutnya, ada hal lain yang tidak kalah penting untuk dinilai sebagai kesuksesan dalam kegiatan restorasi karang, yaitu penilaian terkait biodiversitas. Seperti jenis karang, jenis biota yang ada di sekitarnya dan lain-lain. Penilaian tersebut pun selama ini masih dilakukan melalui survei konvensional, yang dibatasi oleh kemampuan taksonomi.
“Terumbu buatan yang menempel sulit diidentifikasi, karena adanya perbedaan karakter morfologi dari juvenil hingga dewasa. Sehingga menyulitkan kita untuk mendeteksi apa yang ada di sana,” ungkap Dr Hawis.
Dr Hawis mengambil contoh kegiatan restorasi yang telah terlaksana di Pulau Sangiang. Dari tahun 2016 hingga 2021, telah ditanam sebanyak 2.699 bibit karang dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 85 persen. Sebanyak 60 rekrutmen karang telah berhasil menempel dan tumbuh secara alami pada modul transplantasi karang berupa PVC (Polyvinyl chloride) berbentuk pyramid.
“Modul transplantasi yang digunakan terbukti menjadi salah satu metode yang baik untuk digunakan dalam menambah ruang atau substrat bagi pertumbuhan koloni karang baru.
Penggunaan next generation biomonitoring berbasis metode environmental DNA (eDNA) dalam penilaian biodiversitas pada lokasi transplan karang di Pulau Sangiang mengungkap hasil yang lebih signifikan. Ini dilihat dari jumlah generasi karang keras dan lunak yang terdeteksi, macrobenthos dan persentase porifera dibandingkan dengan hasil visual sensus transek sabuk,” jelasnya.
Metode ini ia gunakan untuk membantu mengevaluasi efektivitas dari pelaksanaan restorasi.
“Jangan sampai meng-underestimate dengan melihat berhasil dari tumbuhnya karang, mengambil cerita sukses harusnya bisa diambil dari cerita sukses biota lainnya,” tutup Dr Hawis
Sementara itu, Muhammad Abrar, peneliti karang dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mencoba membagikan pengalamannya dalam kegiatan restorasi terumbu karang di Indonesia Coral Reef Garden (ICRG), Bali. ICRG telah menenggelamkan sebanyak 94.545 unit dari 8 jenis struktur dengan target luas wilayah sebesar 50 hektar dan yang telah terealisasi sebesar 47,3 hektar.
“Kegiatan ini juga menyerap sebanyak 11.039 orang yang terkait untuk memulihkan kembali sektor pariwisata yang telah lumpuh akibat adanya pandemi,” ujarnya.
Abrar memaparkan, kondisi terumbu karang dilihat dari tutupan karang hidup di ICRG, berdasarkan himpunan data dari banyak sumber mulai dari tahun 2011-2020, dapat dikatakan berada pada kondisi buruk.
“Dari kondisi yang ada, perubahan tadi tidak terlalu signifikan untuk bisa pulih menjadi terumbu karang yang memberikan proses dan layanan ekologis yang baik. Sehingga dirasa perlu adanya upaya untuk meningkatkan kondisi tutupan terumbu karang melalui monitoring ekologi,” ucap Abrar.
Pelaksanaan monitoring ekologi, menurutnya, bertujuan untuk melihat serta menilai keberhasilan transplantasi karang dan faktor yang berpengaruh, potensi pemulihan alami, anakan karang, rekrutmen karang, dan keanekaragaman kelompok biota bentos asosiasi.
“Monitoring ini dilakukan di pesisir Nusa Dua dan beberapa wilayah di Bali Utara Selatan dengan beberapa kluster atau blok sebaran dari terumbu karang buatan pada bulan Mei, Agustus, dan Desember tahun 2021,” jelasnya.
Ia menambahkan, hasil pembelajaran satu tahun ICRG Bali menunjukkan kelulusan hidup transplan karang berada pada kategori rendah hingga sedang dengan nilai berkisar 11 sampai 70 persen. Selain itu, data menunjukkan kelulusan hidup transplan karang lebih baik.
“Terdapat potensi pemulihan secara alami dengan kemunculan anakan karang berkisar 2,4 sampai 35 koloni/konstruksi serta dibutuhkan waktu 3 tahun lebih melihat keberhasilan pemulihan secara alami. Di tahun pertama restorasi dengan transplan karang, target dikatakan berhasil minimal 80 persen dan perlu kegiatan monitoring secara reguler untuk memantau lebih lanjut keberhasilan restorasi karang,” tambah Abrar.
Dari kegiatan ini, Dr Syamsul Bahri Agus selaku Sekretaris Departemen ITK IPB University, menyebut Scores sebagai tradisi baik yang perlu dipertahankan.
“Dengan adanya Scores, semoga bisa menggema lebih jauh sehingga kita makin peduli tentang terumbu karang,” tutup Dr Syamsul. (ARS/Zul)
Sumber : https://ipb.ac.id/news/index/2022/03/peneliti-karang-ipb-university-berbagi-pengalaman-terkait-restorasi-karang-di-pulau-sangiang/04d6202d7881911c08eac9535aa45eba