Para Pakar IPB University Paparkan Titik Kritis Pengadaan Pangan Nasional
Persoalan pangan dapat muncul ketika terjadi gejolak antara penawaran dan permintaan. Hal ini menyebabkan masyarakat tidak dapat berharap dengan harga yang terus stabil karena harga tidak hanya ditentukan oleh pangan lokal, tetapi beberapa pangan strategis ditentukan oleh impor.
Hal ini diulas oleh Prof Tajuddin Bantacut dan Prof Edi Santosa dalam Webinar Fenomena Krisis dan Titik Kritis Penyediaan Pangan yang diselenggarakan oleh Dewan Guru Besar IPB University, 20/3.
Prof Tajuddin menerangkan, “Apabila pangan kita bergantung dengan impor, maka bagaimanapun kita mengendalikan produksi, jika pangan internasional terdampak maka gejolak akan dipengaruhi oleh pasar dunia.”
Ia pun mengatakan, masyarakat Indonesia dapat belajar dari tiga negara seperti China, Vietnam, dan Thailand yang dari tahun ke tahun terjadi perubahan kebijakan sehingga semakin lama semakin baik sesuai situasi yang berkembang. Di China, pengelolaan dilakukan oleh perusahaan negara untuk merespon perbedaan harga yang jauh. Secara kelembagaan, Indonesia memiliki Badan Pangan Nasional (Bapanas) sebagai super body yang memiliki peran dalam perencanaan, kebijakan dan perintah, sedangkan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) sebagai operator dalam mewujudkan ketahanan pangan.
Prof Tajuddin menambahkan, rekomendasi yang dapat disarankan adalah perlu kebijakan jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Pada jangka pendek, pemerintah harus menyiapkan pangan, karena rakyat tidak boleh dibiarkan kelaparan. Pada jangka menengah, sumber-sumber pemasok pangan harus beragam, sehingga kelembagaan harus memiliki data yang akurat agar perencanaan risiko dapat diantisipasi secepat mungkin. Terakhir, pada jangka panjang, pemerintah harus memiliki bisnis dengan volume yang besar, misalkan menguasai 20 persen pasar pangan.
Sementara itu, Prof Edi Santosa dalam pemaparannya mengungkapkan titik kritis penyediaan pangan dipengaruhi oleh trend pola konsumsi. Ia mencontohkan seperti perubahan pola konsumsi masyarakat yang disebabkan oleh pengaruh media sosial. Hal ini dapat dibuktikan dengan konsumsi gandum yang semakin besar dengan pasar dalam negeri yang semakin luas dan infrastruktur produksi yang semakin kuat. Tidak hanya itu, perkembangan produk juga semakin berkualitas seperti gula rafinasi yang semakin murah dan semakin mudah untuk diperoleh.
“Menguatnya asimetrik interrelasi global regional juga memiliki pengaruh besar terhadap geopolitik, geoekonomi yang disebabkan oleh COVID-19. Dampaknya adalah tekanan global seperti tekanan asing, pasar bebas, privatisasi, liberalisasi dagang, dan isu lingkungan. Selain itu, ditinjau dari fakta persoalan lokal, terdapat kemiskinan, pengangguran, data tidak akurat, kesenjangan sosial, serta kepemilikan lahan,” kata Prof Edi Santosa. (SMH).
Sumber : https://ipb.ac.id/news/index/2022/03/para-pakar-ipb-university-paparkan-titik-kritis-pengadaan-pangan-nasional/57afd592919acd35c082ab9c2c2a4e14