Pakar Pangan IPB University: Pasca Pandemi, Pangan Fungsional Dapat Menjadi Jawaban Tren Hidup Sehat di Tengah Masyarakat
Pangan bagi masyarakat tidak hanya sekedar penting untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun, berbagai jenis pangan dapat bermanfaat ekstra bagi kesehatan, tidak hanya sekedar enak. Pangan ini disebut pangan fungsional dan banyak ditemukan pada pangan lokal. Majunya teknologi dan inovasi membuka jalan untuk menghilirisasi pangan fungsional agar dapat bermanfaat bagi orang banyak.
Prof C Hanny Wijaya, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University mengatakan pengembangan pangan fungsional sudah semakin gencar di Indonesia. Terutama untuk mendongkrak nilai tambah tanaman dan pangan lokal. Menurutnya, di tengah tren hidup sehat masyarakat perkotaan pasca pandemi COVID-19, pangan fungsional juga dapat menjadi jawabannya. Karena inilah riset mendalam diperlukan untuk pangan fungsional setelah resep pangan ditemukan.
“Suatu produk pangan yang bisa dianggap pangan fungsional, jika di dalamnya terkandung gizi dasar yang dapat memberikan keuntungan atau benefit lebih dari satu organ tubuh manusia, termasuk memperbaiki secara umum kondisi fisik,” ujar Pakar Pangan IPB University ini dalam Webinar Seri PERGIZI Pangan ke-99 dengan tema “Tantangan dan Peluang Pangan Fungsional di Era Pandemi”, (01/06).
Ia menjelaskan, kandungan nutrasetikal pada pangan fungsional dinilai dapat mengurangi berbagai risiko penyakit degeneratif. Misalnya penyakit jantung, diabetes, hipertensi hingga kerusakan ginjal yang biasa dialami masyarakat di usia senja. Istilah nutrasetikal sendiri memiliki arti sumber pangan dengan manfaat kesehatan.
Ia mencontohkan pada pembuatan alternatif cemilan dengan kadar gula, garam dan lemak (GGL) yang tinggi. Inovasi kemudian membuat cemilan kategori pangan fungsional rendah GGL namun kelezatan dan cita rasanya tidak berkurang. “Dengan catatan bahwa makanan harus bisa dimakan dalam jumlah yang normal. Seperti makanan normal dalam bentuk normal, tidak dalam tablet dan seterusnya,” jelasnya.
Inovator Cajuput Candy ini juga menjelaskan bahwa pangan fungsional harus memenuhi berbagai kriteria. Di antaranya memiliki nilai gizi dasar, bisa dirasakan dalam bentuk sensori dikunyah, diraba dan memiliki rasa sehingga fungsi tubuh untuk mengolah makanan tetap bisa berjalan. “Oleh karena itu pangan fungsional bukan obat, bukan suplemen, itu mohon dipahami. Jadi tidak ada kuratif (pengobatan) yang diizinkan, tapi lebih banyak preventif (pencegahan),” imbuh Prof Hanny.
Prof Hanny juga memberikan beberapa contoh kreasi pangan fungsional yang beredar di masyarakat. Misalnya gula stevia, sirup bunga telang rendah gula, cemilan kaya serat, produk shirataki pengganti nasi, mie dari sayuran dan sebagainya. “Masyarakat dapat memilih berbagai produk pangan fungsional ini dengan kelezatan yang tidak jauh berbeda dengan produk pangan umumnya,” pungkasnya. (MW/Zul)
Sumber : https://www.ipb.ac.id/news/index/2022/06/pakar-pangan-ipb-university-pasca-pandemi-pangan-fungsional-dapat-menjadi-jawaban-tren-hidup-sehat-di-tengah-masyarakat/94cd07fdc47896202d236e343061f704