0251- 8622642 ex 105 ppid@apps.ipb.ac.id

Acara seminar yang dimoderatori oleh Ahli Komunikasi Unair Suko Widodo menghadirkan narasambur yaitu Ahmad Hanafi dari (FoINI/Freedom of Information Network Indonesia), Juri Ardiantoro Deputi IV Kantor Staf Presiden, Perwakilan Unesco Dr Ming Kuok LIM serta penjelasan singkat dari Ketua Komisi Informasi Pusat I Gede Narayana.

Juri Ardiantoro  menjelaskan bahwa pada saat awal covid, presiden sudah memerintahkan untuk memberikan informasi secara terbuka kepada masyarakat, itu merupakan suatu komitmen presiden terkait keterbukaan informasi publik. Keterbukaan informasi publik dirasa sangat penting di masa pandemi saat ini. Pemerintah menyedikan berbagai informasi data, agar pemerintah juga dapat memantau kinerja apa saja yang telah dilakukan oleh aparat pemerintahan, dan apa saja yang telah dilakukan masyarakat. Infromasi yang valid yang diberikan badan publik pemerintah dirasa sangat krusial, agar dapat mencegah dan mengurangi potensi konflik di masyarakat

Berikut manfaat keterbukaan informasi publik:

  1. bagian dari edukasi ke masyarakat
  2. membuka ruang partisipatif masyarakat karena pandemi tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah sendiri
  3. clean & good governance
  4. mendorong reformasi birokrasi.

Berikut tantangan keterbukaan informasi publik:

  1. Komunikasi pemerintah ke rakyat berjarak, karena pertemuan fisik dibatasi.
  2. sebelumnya presiden bisa bertemu rakyat langsung, sehingga bahasa komunikasi non verbal kepedulian presiden dan pemerintah bisa tersampaikan
  3. Pandemi membuat masyarakat gelisah sehingga mudah terbawa farming persepsi negatif terhadap pemerintah dan hoax
  4. proses sinkronisasi data
  5. proses update data
  6. data penduduk yang layak menerima bansos terus bergerak
  7. pandemi covid adala hal baru sehingga pemerintah perlu berproses dalam penggunaan istilah komunikaasi dan cara penanganan

Berikut tugas dan fungsi tim komunikasi kedeputian IV kantor staf presiden republik indonesia berdasarkan perpres nomor 83 tahun 2019:

  1. pengelolaan isu strategis
  2. pengelolaan strategi komunikasi di lingkungan lembaga kepresidenan
  3. pengelolaan strategi komunikasi politik dan diseminasi informasi

Saat pandemi seperti ini, pemerintah membuka diri untuk masukan dari masyarakat dan membuka informasi-informasi yang dimiliki pemerintah, pemrintah tidak bisa bekerja sendiri. Menangani pandemi porsi terbesarnya adalah bagaimana masyarakat percaya kepada pemerintah.

Dr Ming Kuok LIM menjelaskan bahwa Access to Information, Saving Lives, Building Trust, Bringing Hope. Pada tahun 1985, hanya 10 negara yang memiliki UU akses ke informasi. Adanya peningkatan pada tahun 2019, 126 negara memiliki  Uu akses ke informasi.  Akses universal ke informasi secara intrinsik terkait dengan hak untuk mencari, menerima, dan menyebarkan informasi. Integral dalam Hak Kebebasan Berekspresi dan Kebebasan Pers.  Sejak tahun 2015, UNESCO mendeklarasikan tanggal 28 September sebagai Hari Internasional untuk akses Universal ke Informasi. Dalam tema global 2020: “Menyelamatkan nyawa, Membangun kepercayaan, Membawa Harapan”

UNESCO sebagai badan pengawas untuk pemantauan global kemajuan akses publik ke informasi  (SDG) untuk indikator 16.10.2. “Jumlah negara-negara yang mengadopsi dan menerapkan jaminan konstitusional, undang-undang dan/atau kebijakan untuk akses publik ke informasi ” ungkapnya.

Dua kata kunci “adopsi” dan “implementasi ” yaitu

  • Apakah sebuah negara memiliki jaminan konstitusi atau adopsikan UU dan kebijakan untuk akses publik kepada informasi?
  • Apakah jaminan konstitusi, kebijakan dan/atau kebijakan mencerminkan perjanjian internasional?
  • Mekanisme implementasi apa yang ada di sebuah negara untuk implementasi optimal?

Membangun kesadaran dimulai dengan Voluntary National Review yang terdiri dari 47 negara berpartisipasi VNR  di tahun 2019 . 28 dari 47 negara itu, melaporkan indikator SDG 16.10.2. UNESCO terlibat dalam 21 negara ini yang dilaporkan indikator 16.10.2 dan di Indonesia, VNR ini dilakukan KIP dan stakeholder yang lain termasuk CSO dan media.

Implementasi Akses ke Informasi pada lembaga khusus seperti Komisi Informasi adalah lebih efektif; Kemandirian lembaga pengawas juga menjadi faktor penting;  dan Lembaga harus ada kekuatan untuk mengatasi masalah yang mereka temukan.

Menurut penelitian UNESCO terhadap 28 negara VNR 2019:

  • Sebesar 93% dari semua banding dilaporkan telah diselesaikan ( sangat positif)
  • Jumlah pengajuan banding sangat beragam: 3.500/ tahun hingga 3/tahun, dan jumlah hari untuk menyelesaikan permintaan: 50%=31-60 hari, 50% lebih 60 hari dan 79% mempublikasikan laporan tahunan

Kesimpulan:

  1. Akses ke informasi dengan demikian muncul sebagai norba baru dalam pembangunan berkelanjutan;
  2. Lembaga pengawas khusus, yaitu hanya berfokus pada Akses ke Informasi, bertentangan dengan badan multiguna dan optimal;
  3. Sementara terdapat kemajuan, pemerintah harus meningkatkan kualitas implementasi UU akses ke Informasi
  4. Kebutuhan untuk pengembangan pengarsipan

Ahmad Hanafi menyampaikan tentang Koalisi Masyarakat Sipil yang bergerak untuk fokus isu-isu mengenai tranparansi yang berasal dari KMIP (Kebebasan Memperoleh Informasi Publik).

Saat ini ada buku yang baru diluncurkan yaitu mengenai keterbukaan informasi di Indonesia dari stagnan menuju regresi (penurunan) dengan banyak intoleransi, disfungsi lembaga representasi dikarenakan situasi dan kondisi yang kita hadapi bersama saat ini (pandemi covid-19). “Kami ingin sedikit berefleksi atas apa yang sudah kami lakukan ataupun yang kami lihat dalam kerangka yang dibuat oleh salah satu Profesor dari Harvard University (Archon Fung) ada 3 tahapan/kerangka setelah adanya KIP atau kerangka untuk melihat bagaimana keterbukaan informasi pada suatu negara yaitu Information on Demand, Full Disclosure dan Targeted Transparency” jelasnya.

  1. Information on Demand; Tujuan utamanya adalah pemenuhan hak untuk tahu. Kebijakan-kebijakan/Transparansi diarahkan pada pemenuhan kemudahan akses. Pada UU KIP mewajibkan setiap badan publik yang menerima dana dari APBN/APBD (Badan Publik) wajib membuka/menyediakan akses dengan membentuk PPID. Tantangan utama sekarang ini belum semua PPID terbentuk terutama di daerah-daerah level Kabupaten/Kota baik itu institusi daerah ataupun vertical.
  2. Full Disclosure; Setelah memiliki infrastruktur maka informasi tersebut harus dipermudah aksesnya oleh Badan Publik. Oleh karena itu berbagai kebijakan transparansi diarahkan pada pemenuhan kepentingan publik. Tantangan saat ini adalah penyediaan informasi, arsip dan digitalisasi.
  3. Targeted Transparency; Yaitu adanya tujuan spesifik yang disediakan untuk memperoleh feedback dari publik/warga negara berupa aksi konkrit yang akan dilakukan oleh warga negara tesebut. Contohnya ketika kita mengharapkan publik datang berbondong-bondong ke TPS maka harus diumumkan kapan, cara dan dimana pencoblosannya. Tantangan yang dihadapi adalah pemerintah harus memposisikan diri sebagai konten creator dan tempat menyediakan aktor-aktor supaya meminimalisir berita-berita palsu dan untuk mendistribusi informasi itu sendiri.

Bagaimana menerapkan 3 kerangka tadi pada saat pandemi sekarang ini.

  1. Kebijakan penanggulangan Covid-19. Dibahas pada PERPU no. 1 Tahun 2020 (Perpu Corona) dan turunannya menjadi bansos atau BLT untuk corona. Ada beberapa temuan yaitu
    • Masyarakat tidak memperoleh informasi dengan jelas bagaimana mengakses bansos atau mengontrol data penerima sebagai update data.
    • Tidak ada akses informasi anggaran secara detail di Kementerian Sosial. Dikarenakan menurut para ahli Covid ini bisa sampai tahun 2022 apabila tidak dilakukan update maka akan timbul kericuhan.
  2. Pemilihan kepala daerah.
    • Keputusan-keputusan KPU di Jawa Timur per tahapan seharusnya dapat segera diumumkan sehingga publik bisa memantau dan berpartisipasi dikarenakan informasi tersebut bersifat serta merta.
    • Di beberapa daerah, website KPU tidak aktif
    • Dikarenakan pandemi ini maka ada 82 juta jiwa yang akan berpotensi terhadap penyebaran Covid ini, sehingga harus ada transparansi untuk memperkecil potensi ini.
  3. Harus ada prioritas Covid untuk pemeringkatan klasterisasi yanga akan datang.
Skip to content