Forum Wacana IPB University Membedah Akar Masalah Mahalnya Minyak Goreng di Negeri Kaya Sawit
Forum Mahasiswa Pascasarjana atau Forum Wacana (FW) IPB University menggelar Ngobrol Perkara Isu (Ngopi) Bareng, 9/4. Diskusi ini berusaha menguak akar masalah di balik mahalnya minyak goreng di negeri kaya sawit. Narasumber yang diundang yaitu Muhammad Said Didu (pengamat kebijakan publik), Muhammad Rizal Taufiqurrahman (Kepala Pusat Makroekonomi dan Finance INDEF/nstitute for Development of Economics and Finance) serta Mansuetus Darto, Sekretaris Jenderal SPKS (Serikat Petani Kelapa Sawit).
“Isu kenaikan harga minyak goreng sudah muncul sejak akhir tahun 2021, tetapi tidak kunjung selesai hingga memasuki April 2022. Harga minyak goreng justru naik sampai dua kali lipat. Ini merupakan kondisi anomaly. Sebuah negeri yang menjadi produsen terbesar sawit juga pengekspor terbesar crude palm oil (CPO) dunia, tetapi harga minyak goreng disini mahal,” ujar Said Didu.
Muhammad Said Didu mengatakan bahwa terjadi praktik oligarki dari hulu sampai hilir pada sektor minyak goreng. Kemungkinan besar mereka dekat dengan kekuasaan sehingga berpengaruh terhadap pembuatan kebijakan yang cenderung tidak pro rakyat.
“Sekarang ini bukan akal sehat berkuasa, tapi akal untuk mengakal-akali rakyat yang menderita,” kata Ketua Umum Himpunan Alumni IPB University 2008-2013 tersebut.
Menurutnya, ketika harga CPO naik, rakyat justru merasakan mahalnya minyak goreng. Jadi betapa tersiksanya rakyat Indonesia setiap terjadi kenaikan sumberdaya alam, keuntungan justru lebih banyak mengalir ke kantong korporasi dan pemilik modal.
“Aktor yang mendominasi sektor hulu terdiri dari sembilan korporasi besar. Mereka mempunyai kebun sawit sekaligus pabrik CPO. Total luas konsesi yang mereka miliki sekitar 2,5 juta hektar, tetapi tidak ada keterbukaan mengenai luas Hak Guna Usaha (HGU) yang dikelola,” imbuhnya.
Sementara itu, Sekretaris SPKS Nasional, Darto mengatakan, “Semestinya, HGU itu informasinya harus dibuka kepada publik. Tetapi ada surat sangat sakti dari Kemenko Perekonomian yang mana surat itu mengalahkan kehendak pengadilan. Dimana suratnya itu ya agar data HGU itu tidak boleh dibuka kepada publik.”
Ia menambahkan, sawit masa depan adalah sawit rakyat, bukan sawit pengusaha.
“Menurut saya, penting sebenarnya pemerintah berpihak pada masyarakat dengan melakukan penguatan sumberdaya manusia dan juga dengan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada rakyat,” pungkas Darto.
Pakar Ekonomi INDEF, Taufikurahman menambahkah, “Sebenarnya pelaku-pelaku usaha di sektor hulu dan hilir tidak jauh berbeda.”
Menurutnya, aktor tersebut terlibat dalam kartel sehingga berpengaruh terhadap kelangkaan minyak dan ketidakstabilan harga minyak goreng.
“Kebijakan pemerintah melihat kondisi ini bukan lagi pro terhadap konsumen yaitu masyarakat, tapi justru pro pada produsen yaitu para pengusaha,” tambah Dosen Universitas Trilogi tersebut. (**/Zul)
Sumber : https://www.ipb.ac.id/news/index/2022/04/forum-wacana-ipb-university-membedah-akar-masalah-mahalnya-minyak-goreng-di-negeri-kaya-sawit/c6f50e41e11e8a20a47adfabb82691dc