0251- 8622642 ex 105 ppid@apps.ipb.ac.id

Forum Mahasiswa Pascasarjana IPB University Adakan Diskusi Terbuka Bahas PMK

Forum Mahasiswa Pascasarjana IPB University Adakan Diskusi Terbuka Bahas PMK

Artikel / Press release

Forum Mahasiswa Pascasarjana atau Forum Wacana (FW) IPB University menggelar Forum Wacana Discussion (FWD) #7, 7/7. Diskusi dengan topik “Menganalis Kausalitas UU Omnibus Ciptaker, Impor, dan Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)” ini berusaha membedah akar masalah PMK. Narasumber yang dihadirkan yaitu Drh Ajat Sudarjat (Kepala Lembaga Divisi Penyaluran UPZ dan CSR Baznas) dan Dr Epi Taufik (pakar peternakan IPB University).

Dalam paparannya, Drh Ajat menyatakan bahwa hewan yang rentan terkena PMK adalah yang berkuku belah, terutama sapi perah. Ia menjelaskan, gejala klinis diantaranya ternak tidak mau makan, demam, dan terdapat lesi atau erosi di sekitar lidah, mulut, dan gusi, juga luka di kaki.

Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat (DPP) Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI) tersebut menuturkan, PMK termasuk penyakit yang ditularkan melalui udara (airborne diseases). “Di beberapa farm yang saya tangani, ternak yang posisinya jauh di atas gunung kena juga. Padahal, lalu lintas ternak sangat minim tetapi potensi penularan melalui udara sangat memungkinkan,” katanya.

Drh Ajat menekankan bahwa PMK ini bukan zoonosis (tidak menular ke manusia). Menurutnya, secara alami belum pernah ditemukan penularan dari ternak ke manusia atau sebaliknya, baik melalui kontak langsung atau media-media lain.

Praktisi tersebut menceritakan bahwa banyak peternak melakukan panic selling. Sapi yang roboh karena kakinya luka dan pincang dijual murah sekitar 5 juta rupiah atau dipotong paksa. PMK juga menurunkan produksi susu sapi perah hingga 50 persen sehingga pendapatan peternak berkurang. Peternak pun harus mengeluarkan biaya untuk treatment seperti pemberian antibiotik, antipiretik, vitamin, obat tradisional, dan disinfektan. Rata-rata hampir 300 ribu rupiah pengeluaran per peternak sehingga kondisi ini merugikan mereka.

Dalam kesempatan yang sama, Dr Epi Taufik selaku Tim Satgas PMK IPB University mengatakan bahwa PMK masuk list A nomor 1 oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE). Hal ini karena morbiditynya bisa mencapai 100 persen dan penyebarannya cepat, bahkan lebih sakti dari virus COVID-19. Ia menerangkan, virus PMK bisa lewat udara, air, menempel dimana-mana, dan bertahan lama.

“Sulawesi Selatan, Batam, dan Kepulauan Riau sudah masuk virus PMK. Saya khawatir kalau Nusa Tenggara Timur kena juga, sudahlah kantong-kantong ternak kita kena semua,” ujar Kepala Divisi Teknologi Hasil Ternak IPB University tersebut.

Ia pun menyinggung bahwa Undang Undang (UU) Cipta Kerja Omnibus Law dianggap mempermudah importasi karena tidak melihat supply-demand dalam negeri. “Pasal 36B ayat (1) hanya bilang ‘untuk memenuhi kebutuhan’. Maka ‘kebutuhan’ ini siapa yang memutuskan?” tanya Dr Epi Taufik.

Dosen IPB University tersebut meneruskan, jika ditarik ke belakang, sebelum ada UU Cipta Kerja sebenarnya sudah ada regulasi lain yang mengganti dari country base menjadi zone base. Peraturan tersebut yang membolehkan importasi hewan dan produknya dari negara yang belum sepenuhnya bebas PMK. “Akan tetapi, selama official statement dari pemerintah, kita tidak bisa menjudge bahwa regulasi dan mafia pangan menjadi kambing hitam untuk wabah PMK,” tambahnya.

Pada intinya, wabah PMK perlu penanganan segera, terutama dari pemerintah yang mempunyai power. “Para pengambil kebijakan yang sudah ditunjuk mohon segera beraksi karena virus PMK sangat cepat menyebar,” tutupnya. (*)

Sumber : https://www.ipb.ac.id/news/index/2022/07/forum-mahasiswa-pascasarjana-ipb-university-adakan-diskusi-terbuka-bahas-pmk/9f7433db080c50877aa60b841c2f25f7

× Butuh bantuan?
Skip to content