0251- 8622642 ex 105 ppid@apps.ipb.ac.id

Dr drh Denny Widaya Lukman Tinjau Pasca Wabah PMK dari Pandangan Kesmavet

Dr drh Denny Widaya Lukman Tinjau Pasca Wabah PMK dari Pandangan Kesmavet

Artikel / Press release

Pasca wabah PMK (Penyakit Mulut dan Kuku), pemerintah harus menyusun langkah-langkah strategis untuk mencegah potensi penyebaran wabah di kemudian hari. Dr drh Denny Widaya Lukman, Dosen Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University meninjau fenomena, risiko dan mitigasi pasca PMK berdasarkan pandangan Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet).
Ia menyebutkan baik bidang peternakan, pertanian dan lingkungan harus memikirkan kemungkinan kemunculan zoonosis di masa depan.

Peran Kesmavet dalam dua bulan terakhir, menurutnya, bukan melulu terkait masalah kesehatan hewan tapi menyinggung aspek sosio ekonomi masyarakat. Terutama menanggapi kecemasan masyarakat terhadap kemungkinan penularan virus PMK dari produk ruminansia kepada manusia yang kini sudah disangkal dan terbukti aman.

“Dampak PMK tidak hanya bagi para peternak kecil, namun perdagangan dunia. Bahkan, produk pertanian sempat ditolak oleh negara pengimpor. Diperlukan analisis risiko dan penerapan One Health. Wabah PMK ini bukan hanya masalah kesehatan tapi kemasyarakatan dan semua hal yang berkaitan dengan koordinasi,” terangnya dalam Seminar Nasional dan Pelantikan Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (DPP PPSKI) 2020-2025 dengan tema “Pasca PMK, Apa Yang Harus Dilakukan?” yang digelar secara hybrid, 28/6.

Ia menambahkan, perlu ditegaskan bahwa pasca PMK, kewaspadaan atas penularan kepada hewan rentan dan sehat akibat lalu lintas manusia harus ditingkatkan. Wabah PMK bukan permasalahan kesehatan manusia dan keamanan pangan.  “Masyarakat tidak perlu khawatir memakan produk ruminansia yang terjangkit virus. Selain tidak menular kepada manusia, proses pengolahan produk ruminansia yang melewati pemasakan juga dapat membunuh virus ini,” imbuhnya.
Menurutnya, analisis risiko yang diperkenalkan oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia sejak tahun 90-an seharusnya dapat dilakukan di Indonesia. Risiko ini tidak hanya berkaitan dengan hazard namun memperhatikan risiko terbawa virus.

Menurut kajian ilmiah, tambahnya, produk daging tanpa tulang, tanpa jeroan yang sudah dimaturasi atau dilayukan selama 24 jam dan melewati masa rigor akan menyebabkan pH-nya di bawah 6. Nilai pH di bawah 6 akan menginaktivasi virus.
Ia menjelaskan analisis risiko ini penting untuk mengidentifikasi tingkat bahaya suatu penyakit dan wabah yang mungkin ditimbulkan. Berdasarkan analisis risiko yang sudah dilakukan oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia, pada daging sudah dimaturasi, risiko virus terbawa pada daging dapat diabaikan. Analisis risiko harus berbasis ilmiah dengan bukti ilmiah yang jelas dan dilaksanakan secara konsisten, transparan, dan fleksibel. Terutama jika menyangkut perdagangan dunia, risiko yang ada tidak bisa bersifat nol.

“Saya berharap Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) dapat menerapkan One Health dalam program kerjanya dan harus mampu berkolaborasi dengan sektor lainnya. Hal ini harus dipentingkan ke depan terutama dalam menghadapi kemungkinan risiko penyakit yang mempengaruhi produktivitas ternak,” tambahnya.

Menurutnya konsep One Health ini sangat penting diterapkan dan perlu adanya koordinasi antara Kesmavet dengan bidang lainnya. Termasuk dengan asosiasi, salah satunya PPSKI. Ia berharap Dewan Pengurus Pusat PPSKI tidak perlu sungkan memberi masukan kepada pemerintah, terutama terkait pembenahan sistem agar Indonesia bisa lebih maju. (MW/Zul)

Sumber : https://www.ipb.ac.id/news/index/2022/06/dr-drh-denny-widaya-lukman-tinjau-pasca-wabah-pmk-dari-pandangan-kesmavet/5688564b49582385205cd2ed0dd32804

× Butuh bantuan?
Skip to content