0251- 8622642 ex 105 ppid@apps.ipb.ac.id

Departemen SKPM IPB University Kupas Agenda Indonesia Hadapi Perubahan Iklim

Departemen SKPM IPB University Kupas Agenda Indonesia Hadapi Perubahan Iklim

Artikel / Press release

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM), Fakultas Ekologi Manusia (Fema) IPB University kembali mengadakan Diskusi Ekologi, Kebudayaan dan Pembangunan secara daring, (11/2). Diskusi ini menghadirkan Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK) yakni Laksmi Dhewanti, MA IPU, Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kemen LHK yakni Dr Ir Ruanda Agung Sugardiman, MSc dan Direktur Mobilisasi Sumberdaya Sektoral dan Regional, Kemen LHK yakni Dr Wahyu Marjaka, MEng sebagai narasumber.

Prof Arya Hadi Dharmawan, Ketua Departemen SKPM IPB University dalam sambutannya mengatakan bahwa saat ini kita dalam kondisi iklim yang kurang baik. Di samping itu, terdapat berbagai agenda perubahan iklim yang luar biasa dan cukup dilematis bagi Indonesia.
“Saya berharap dalam diskusi ini kita dapat memperoleh update informasi pasca Conference of the Parties (COP) 26 Glasgow Climate Pact dan bagaimana agenda Indonesia ke depan dalam menghadapi tantangan iklim,” ujarnya.

Sementara itu, Dr Soeryo Adiwibowo, dosen Departemen SKPM IPB University selaku moderator mengemukakan bahwa terdapat dua hal yang perlu dicermati dalam COP 26 Glasgow Climate Pact. Pertama adalah mendorong agar global net zero dan target 1,5oC (Paris agreement 2015) dapat dijangkau pada pertengahan abad ke-21 yakni pada tahun 2050.
“Oleh sebab itu, setiap negara diminta untuk membuat target baru yang lebih ambisius,” ujarnya.

Kedua, katanya, adalah mempercepat penghapusan pembangkit listrik tenaga batu bara, mengurangi deforestasi hutan, mendorong penggunaan mobil listrik dan meningkatkan investasi pada sektor energi terbarukan dalam rangka mengurangi emisi gas rumah kaca.
“Penurunan emisi gas rumah kaca (di Indonesia) dapat ditingkatkan menjadi 41 persen bila ada dukungan dari internasional,” ujarnya.

Menyambung pendapat tersebut, Dr Wahyu dalam presentasinya memaparkan bahwa sampai tahun 2030, kekuatan fiskal Indonesia hanya dapat mendukung aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim hingga 34 persen dari total kebutuhan yang terdistribusi merata pada setiap sektor NDC (Nationally Determined Contribution). Oleh karena itu dibutuhkan strategi dan kolaborasi pembiayaan antar pemangku kepentingan.
“Regulasi nilai ekonomi karbon menjadi penting bagi Indonesia karena memberikan kontribusi bagi penanggulangan iklim berbasis pasar, menuju pemulihan ekonomi dan mendukung pembangunan berkelanjutan,” tambahnya.

Sebelumnya ia juga telah memaparkan bentuk komitmen Indonesia dalam mendorong pemulihan iklim yang dituangkan dalam dokumen The First NDC 2016. Lima tahun kemudian disusul dengan dokumen Updated NDC Indonesia 2021, dokumen LTS-LCCR 2050 yang berisi visi Indonesia dalam menghadapi perubahan iklim dan Perpres 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon.

“Selain itu terdapat empat strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang terus dikembangkan. Yakni kebijakan fiskal, instrumen pembiayaan yang inovatif, meningkatkan akses ke keuangan global, dan investasi swasta yang menarik,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Laksmi Dhewanti menjelaskan bahwa dalam memperjuangkan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di COP 26, Indonesia selalu menyampaikan gagasan sesuai dengan tindakan yang sudah dilakukan.
“Indonesia is leading by examples. Saat ini Indonesia dalam konteks perubahan iklim sedang dan akan terus memperkuat langkah-langkahnya,” tegasnya.

Menurutnya, selain menghimbau negara-negara parties untuk meningkatkan agendanya lebih ambisius, Glasgow Climate Pact juga mengingatkan kepada negara maju anggota annex 1 (Kyoto Agreement) untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam perubahan iklim.
“Mengutip pidato Presiden Joko Widodo, bahwa komitmen pendanaan dari negara-negara maju adalah game changer. Jika hal tersebut tidak dilaksanakan, maka permainan (usaha mitigasi dan adaptasi perubahan iklim) tidak akan berubah. Akhirnya sebagaimana dokumen LTS-LCCR 2050 Indonesia yakin akan mencapai net zero emission pada tahun 2060 or sooner,” tandasnya. (AK/Zul)

 

Sumber : https://ipb.ac.id/news/index/2022/02/departemen-skpm-ipb-university-kupas-agenda-indonesia-hadapi-perubahan-iklim/c06e99fbf32fc9920f0b5f806120504d

× Butuh bantuan?
Skip to content