CTSS IPB University Paparkan Rekomendasi Terkait Implementasi SVLK di Indonesia
Center for Transdisciplinary and Sustainability Science (CTSS) IPB University melakukan kajian terhadap implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) pada berbagai alas hak hutan. Kajian tersebut dilakukan sejak Mei 2021 hingga Mei 2022. Terdapat tiga tipe alas hak hutan yang dikaji yaitu hutan adat, hutan rakyat dan hutan negara.
Prof Damayanti Buchori, Kepala CTSS IPB University menerangkan, kajian yang dilakukan mendapat pendanaan dari Chatham House, London. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 8 Tahun 2021, penerapan SVLK bersifat wajib dan harus SVLK karena merupakan kewajiban dan harus diterapkan pada berbagai bisnis industri kayu.
“Kebijakan SVLK ini juga berlaku untuk pasar lokal maupun internasional. Oleh karena itu, kami melakukan kajian untuk mencari ide-ide baru terkait penguatan efektivitas bantuan internasional dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah,” kata Prof Damayanti Buchori, Guru Besar IPB University dari Fakultas Pertanian.
Ketua tim peneliti, Prof Bramasto Nugroho menerangkan, berdasarkan kajian yang telah dilakukan, terdapat beberapa temuan pada hutan adat, hutan rakyat dan hutan negara. Ia menyebut, masalah utama pada hutan adat adalah percepatan pengakuan hak-hak masyarakat adat. Tidak hanya itu, implementasi SVLK pada hutan adat belum cukup relevan dibahas untuk saat ini.
Prof Bramasto melanjutkan, pada tipe hutan rakyat, penjaminan legalitas hasil hutan lebih mudah dilakukan terutama untuk mengatasi pembalakan liar. Terkait SVLK, Prof Bramasto mengatakan, kebijakan implementasi SVLK di hutan rakyat perlu ditinjau ulang. Ia juga menyarankan agar anggaran untuk sertifikasi SVLK dapat dialihkan untuk pemberantasan dan pencegahan hama dan penyakit, untuk memfasilitasi penjualan langsung ke industri dan untuk mengatasi kebutuhan mendesak petani.
“Berbeda dari dua tipe alas hak hutan sebelumnya, pada hutan negara, implementasi SVLK masih efektif untuk diterapkan. Namun demikian, perlu diperhatikan munculnya biaya transaksi tinggi yang dapat menyebabkan kontra produktif dalam pengelolaan hutan lestari,” kata Prof Bramasto.
Berdasarkan kajian dan temuan di atas, Prof Bramasto menjelaskan, standar SVLK seharusnya diarahkan untuk mencapai output maupun hasil dari suatu masalah, bukan terjebak pada administrasi hukum yang menimbulkan biaya tinggi dalam pemenuhannya. Ia juga menekankan perlunya penguatan penerapan SVLK di hutan negara untuk menghindari penyimpangan seperti flying SVLK, jasa peminjaman sertifikat dan lainnya.
“Pihak yang bersedia menanam hutan baik petani maupun swasta semestinya dihargai oleh pemerintah, bukan diperumit oleh berbagai prosedur seperti SVLK yang tidak menawarkan nilai atau keuntungan yang dapat dilihat,” kata Prof Bramasto.
Dosen IPB University itu menerangkan, perlunya dukungan anggaran bagi petani hutan rakyat untuk pemberantasan dan pencegahan hama maupun penyakit. Petani juga perlu dibantu terkait penjualan langsung ke fasilitas industri kayu dan menyelesaikan kebutuhan mendesak menggunakan pinjaman bergulir untuk menunda panen awal.
Prof Bramasto menerangkan, perlu mengkaji kembali kebijakan SVLK di hutan rakyat khususnya terkait peraturan KLHK No. 8 tahun 2021 pasal 217 ayat 2. Ia juga mengatakan, perlu meningkatkan Supplier’s Declaration of Conformity (SDoC) karena jaminan legalitas dan kredibilitas kayu gelondongan berasal dari hutan rakyat. Terkait hutan adat, rekomendasi yang diberikan yaitu mendorong percepatan pengakuan hutan adat di Indonesia.
“Dari kajian ini, kami berharap dapat tercipta kebijakan yang dapat meningkatkan profitabilitas baik usaha pemanfaatan hutan di hutan negara maupun hutan rakyat sebagai insentif pengelolaan hutan lestari, penciptaan lapangan kerja dan peluang usaha, serta peningkatan pendapatan masyarakat sesuai amanat Omnibus Law (UU no. 11/2020),” pungkas Prof Bramasto.
Sumber : https://www.ipb.ac.id/news/index/2022/06/ctss-ipb-university-paparkan-rekomendasi-terkait-implementasi-svlk-di-indonesia/3ea1e0af051cd0ed66b77f59ff804fec